KATA
PENGANTAR
AssalamualaikumWr. Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang yang
telah melimpahkan rahmat-Nya, karena atas izin-Nya lah penulis dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Tak lupa penulis ucapkan terimakasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.
Penulis mengharapkan kritik dan saran agar menjadi
koreksi dan peningkatan penulis dalam pembuatan makalah selanjutnya.
WassalamualaikumWr. Wb
Nyukang Harjo, 23 Oktober 2016
Penulis
Habibatul
Hazizah
Daftar Isi
Cover …………………………………………………………………………………………….
Kata Pengantar …………………………………………………………………………………
Daftar Isi …………………………………………………………………................................
1.
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………….……………
1.1
Latar Belakang …………………………………………………….............................
2.
BAB II PEMBAHASAN …………………………………………………..……...........
2.1
Pengertian Al- Quran ……...……………………………………………….………….
2.2
Cara diwahukannya Al – quran ………………...………………………….…………
2.3
Hikmah diturunkan al-Quran secara
beransur-ansur.............................................
2.4
Ayat Makkiyah dan ayat Madaniyah......................................................................
2.5
Pengumpulan Al-Qur’an …………………………………………………..………….
2.6
Penyalinan Al-Qur`an ……………………………………..………………………….
2.7
Nama-nama al-Quran …………………………………..…………………………….
2.8
Surah-surah dalam al-Quran …………………………..…………………………….
3.
BAB III PENUTUP ………………………………….………………………………...
3.1
Kesimpulan …………………………………………….………………………………
Daftar Pustaka ……………………………………………………………………………..
Lampiran …………………………………………………………………………………….
|
1
2
3
4
5
5
6
7
8
10
14
14
16
17
18
|
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Makalah berjudul “ Sejarah Al – Quran ” ini ditulis, pertama
karena tidak mudah menyatukan dan menyusun data yang diperoleh dari sumber yang
berbeda seperti dari buku dan website tertentu, serta melakukan penggabungan
dalam setiap materi untuk menjadi satu. Makalah ini dimaksudkan untuk
memberikan gambaran tentangsejarah,proses pengumpulan dan penyalinan Al –
Quran. juga berusaha memaparkan segala hal yang bersangkutan dengan al – Quran.
dan haruskah kita para manusia percaya akan apa yang ada dalam Al- Quran, serta
sejauh manakahpengetahuan kita terhadap kitab suci umat islam ini.
Hasil dari sumber yang telah dibaca, bahwa Al-Quran adalah kitab sui terakhir
dan merupakan sumber hukm untuk sluruh umat islam.
Jadi untuk hal dasar, sekiranya kita harus mengetahui,
mengenal dan memahami terlebih dahulu apakah Al-Quran itu, sehingga dengan
demikian kita dapat mengimaninya dengan baik dan tidak ragu akan kebenaran yang
tertera didalamnya.. marilah kita mempelajari tentang Al_Quran. Karena jika
kita tidak mengenal dan tau apakah dan bagaimanakah sebenarnya Al_Quran.
kita akan mengetahui apa larangan dan prinah Allah yang tertera dalam Al-Quran.
Baiklah, langsung saja mari kita menambah wawasan serta
pengetahuan kita tentang Al_Quran. Agarkita benar benar menjadi muslim yang
semurna. dan dengan sebelumnya mengucapkan bismilahirohmanirrohim.
BABII
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Al- Quran
Quran” menurut pendapat yang paling kuat seperti yang dikemukakan
Dr. Subhi Al Salih bererti “bacaan”, asal kata qara’a. Kata Al Qur’an itu
berbentuk masdar dengan arti isim maf’ul yaitu maqru’ (dibaca). Di dalam Al
Qur’an sendiri ada pemakaian kata “Qur’an” dalam arti demikian sebagal tersebut
dalam ayat 17, 18 surah (75) Al Qiyaamah
Artinya:
Sesungguhnya mengumpulkan Al Qur’an (didalam dadamu) dan
(menetapkan) bacaannya (pada lidahmu) itu adalah tanggunggan kami. kerana itu
jika kami telah membacakannya, hendaklah kamu ikut bacaannya”.
Kemudian dipakai kata “Qur’an” itu untuk Al Quran yang dikenal sekarang
ini. Adapun definisi Al Qur’an ialah: “Kalam Allah s.w.t. yang merupakan
mukjizat yang diturunkan (diwahyukan) kepada Nabi Muhammad dan yang ditulis di
mushaf dan diriwayatkan dengan mutawatir serta membacanya adalah ibadah”
Dengan definisi ini, kalam Allah yang diturunkan kepada nabi-nabi
selain Nabi Muhammad s.a.w. tidak dinamakan Al Qur’an seperti Taurat yang
diturunkan kepada Nabi Musa a.s. atau Injil yang diturun kepada Nabi Isa a.s.
Dengan demikian pula Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad s.a.w
yang membacanya tidak dianggap sebagai ibadah, seperti Hadis Qudsi, tidak pula
dinamakan Al Qur’an.
2.2. Cara diwahukannya
Al – quran
Nabi Muhammad s.a.w. dalam hal menerima wahyu mengalami
bermacam-macam cara dan keadaan. di antaranya:
1. Malaikat memasukkan
wahyu itu ke dalam hatinya. Dalam hal ini Nabi s.a.w. tidak melihat sesuatu
apapun, hanya beliau merasa bahwa itu sudah berada saja dalam kalbunya.
Mengenai hal ini Nabi mengatakan: “Ruhul qudus mewahyukan ke dalam kalbuku”,
2. Malaikat menampakkan
dirinya kepada Nabi berupa seorang laki-laki yang mengucapkan kata-kata
kepadanya sehingga beliau mengetahui dan hafal benar akan kata-kata itu.
3. Wahyu datang kepadanya
seperti gemerincingnya loceng. Cara inilah yang amat berat dirasakan oleh Nabi.
Kadang-kadang pada keningnya berpancaran keringat, meskipun turunnya wahyu itu
di musim dingin yang sangat. Kadang-kadang unta beliau terpaksa berhenti dan
duduk karena merasa amat berat, bila wahyu itu turun ketika beliau sedang
mengendarai unta. Diriwayatkan oleh Zaid bin Tsabit: “Aku adalah penulis wahyu
yang diturunkan kepada Rasulullah. Aku lihat Rasulullah ketika turunnya wahyu
itu seakan-akan diserang oleh demam yang keras dan keringatnya bercucuran
seperti permata. Kemudian setelah selesai turunnya wahyu, barulah beliau
kembali seperti biasa”.
4. Malaikat menampakkan
dirinya kepada Nabi, tidak berupa seorang laki-laki seperti keadaan no. 2,
tetapi benar-benar seperti rupanya yang asli. Hal ini tersebut dalam Al Qur’an
surah (53) An Najm ayat 13 dan 14. Artinya: Sesungguhnya Muhammad telah
melihatnya pada kali yang lain (kedua). Ketika ia berada di Sidratulmuntaha.
2.3. Hikmah diturunkan
al-Quran secara beransur-ansur
Al Qur’an diturunkan secara beransur-ansur dalam masa 22 tahun 2
bulan 22 hari atau 23 tahun, 13 tahun di Mekkah dan 10 tahun di Madinah. Hikmah
Al Qur’an diturunkan secara beransur-ansur itu ialah:
1. Agar lebih mudah
difahami dan dilaksanakan. Orang tidak akan melaksanakan suruhan, dan larangan
sekiranya suruhan dan larangan itu diturunkan sekaligus banyak. Hal ini
disebutkan oleh Bukhari dan riwayat ‘Aisyah r.a.
1. Di antara ayat-ayat itu
ada yang nasikh dan ada yang mansukh, sesuai dengan permasalahan pada waktu
itu. Ini tidak dapat dilakukan sekiranya Al Qur’an diturunkan sekaligus. (ini
menurut pendapat yang mengatakan adanya nasikh dan mansukh).
1. Turunnya sesuatu
ayat sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi akan lebih mengesankan dan
lebih berpengaruh di hati.
1. Memudahkan penghafalan.
Orang-orang musyrik yang telah menayakan mengapa Al Qur’an tidak diturunkan
sekaligus. sebagaimana tersebut dalam Al Qur’an ayat (25) Al Furqaan ayat 32,
yaitu: mengapakah Al Qur’an tidak diturunkan kepadanya sekaligus ? Kemudian
dijawab di dalam ayat itu sendiri: “ demikianlah, dengan (cara) begitu Kami
hendak menetapkan hatimu “
1. Di antara ayat-ayat ada
yang merupakan jawaban daripada pertanyaan atau penolakan suatu pendapat atau
perbuatan, sebagai dikatakan oleh lbnu ‘Abbas r.a. Hal ini tidak dapat
terlaksana kalau Al Qur’an diturunkan sekaligus.
2.4. Ayat Makkiyah dan
ayat Madaniyah
Ditinjau dari segi masa turunnya, maka Al Qur’an itu dibahagi atas
dua golongan:
1. Ayat-ayat yang
diturunkan di Mekah atau sebelum Nabi Muhammad s.a.w. hijrah ke Madinah
dinamakan ayat-ayat Makkiyyah.
1. Ayat-ayat yang
diturunkan di Madinah atau sesudah Nabi Muhammad s.a.w. hijrah ke Madinah
dinamakan ayat-ayat Madaniyyah.
MAKKIYYAH
|
MADANIYYAH
|
Ayat-ayat Makkiyyah
pada umumnya pendek-pendek
|
ayat-ayat Madaniyyah
panjang-panjang
|
Ayat Makkiyyah
yang merupakan 19/30 dari isi Al Qur’an jumlah ayat-ayatnya 4,780 ayat.
|
Madaniyyah yang
merupakan 11/30 dari isi Al Qur’an ayat-ayatnya berjumlah 1,456
|
Dalam ayat ayat
Makiyyah tidak ada perkataan “Ya ayyuhalladzi na aamanu “
|
Dalam ayat-ayat
Madaniyyah terdapat perkataan “Ya ayyuhalladzi na aamanu” dan sedikit sekali
terdapat perkataan ‘Yaa ayyuhannaas’.
|
Ayat-ayat Makkiyyah
pada umumnya mengandung hal-hal yang berhubungan dengan keimanan, ancaman dan
pahala, kisah-kisah umat yang terdahulu yang mengandung pengajaran dan budi pekerti
|
Madaniyyah
mengandung hukum-hukum, baik yang berhubungan dengan hukum adat atau
hukum-hukum duniawi, seperti hukum kemasyarakatan, hukum ketata negaraan,
hukum perang, hukum internasional, hukum antara agama dan lain-lain.
|
Ayat-ayat Makkiyyah meliputi 19/30 dari isi Al Qur’an terdiri atas
86 surah, sedang ayat-ayat Madaniyyah meliputi 11/30 dari isi Al Qur’an terdiri
atas 28 surah.
1. A. Perbedaan ayat-ayat
Makiyyah dengan ayat-ayat Madaniyyah
2.5.Pengumpulan
Al-Qur’an
Di masa pemerintahan Khalifatur Rasul Abu Bakar ash-Shiddiq ra,
terjadi perang Yamamah yang mengakibatkan banyak sekali para qurra’/ para
huffazh (penghafal al-Qur`an) terbunuh. Akibat peristiwa tersebut, Umar bin
Khaththab merasa khawatir akan hilangnya sebagian besar ayat-ayat al-Qur`an
akibat wafatnya para huffazh. Maka beliau berpikir tentang pengumpulan
al-Qur`an yang masih ada di lembaran-lembaran.
Zaid bin Tsabit ra berkata : “Abu Bakar telah mengirim berita
kepadaku tentang korban Perang Ahlul Yamamah. Saat itu Umar bin Khaththab
berapa di sisinya.”
Abu Bakar ra berkata, bahwa Umar telah datang kepadanya lalu
ia berkata: “Sesungguhnya peperangan sengit terjadi di hari Yamamah dan menimpa
para qurra’ (para huffazh). Dan aku merasa khawatir dengan sengitnya peperangan
terhadap para qurra (sehingga mereka banyak yang terbunuh) di negeri itu.
Dengan demikian akan hilanglah sebagian besar al-Qur`an.”
Abu Bakar berkata kepada Umar: “Bagaimana mungkin aku melakukan
sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh Rasul saw?”
Umar menjawab: “Demi Allah ini adalah sesuatu yang baik.”
Umar selalu mengulang-ulang kepada Abu Bakar hingga Allah
memberikan kelapangan pada dada Abu Bakar tentang perkara itu. Lalu Abu Bakar
berpendapat seperti apa yang dipandang oleh Umar.
Zaid bin Tsabit melanjutkan kisahnya. Abu Bakar telah mengatakan
kepadaku, “Engkau laki-laki yang masih muda dan cerdas. Kami sekali-kali tidak
pernah memberikan tuduhan atas dirimu, dan engkau telah menulis wahyu untuk
Rasulullah saw sehingga engkau selalu mengikuti al-Qur`an, maka kumpulkanlah
ia.”
Demi Allah seandainya kalian membebaniku untuk memindahkan gunung
dari tempatnya, maka sungguh hal itu tidaklah lebih berat dari apa yang
diperintahkan kepadaku mengenai pengumpulan al-Qur`an.
Aku bertanya: “Bagaimana kalian melakukan perbuatan yang tidak
pernah dilakukan oleh Rasulullah saw?”
Umar menjawab bahwa ini adalah sesuatu yang baik. Umar selalu
mengulang-ulang perkataaannya sampai Allah memberikan kelapangan pada dadaku
seperti yang telah diberikanNya kepada Umar dan Abu Bakar ra.
Maka aku mulai menyusun al-Qur`an dan mengumpulkannya dari pelepah
kurma, tulang-tulang, dari batu-batu tipis, serta dari hafalan para sahabat,
hingga aku dapatkan akhir surat at-Taubah pada diri Khuzaimah al-Anshari yang
tidak aku temukan dari yang lainnya, yaitu ayat:
“ Laqad jaaa`akum
rasuulun min anfusikum ‘aziizun ‘alaiHi maa ‘anittum hariishun ‘alaikum bil
mu`miniina ra`uufur rahiim”
Artinya:
Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu
sendiri, berat terasa olenya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan
keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang
mukmin. (QS. At-Taubah [9]: 128)
Pengumpulan al-Qur`an yang dilakukan Zaid bin Tsabit ini tidak
berdasarkan hafalan para huffazh saja, melainkan dikumpulkan terlebih dahulu
apa yang tertulis di hadapan Rasulullah saw. Lembaran-lembaran al-Qur`an
tersebut tidak diterima, kecuali setelah disaksikan dan dipaparkan di depan dua
orang saksi yang menyaksikan bahwa lembaran ini merupakan lembaran yang ditulis
di hadapan Rasulullah saw. Tidak selembar pun diambil kecuali memenuhi dua
syarat: 1) Harus diperoleh secara tertulis dari salah seorang sahabat. 2) Harus
dihafal oleh salah seorang dari kalangan sahabat.
Saking telitinya, hingga pengambilan akhir Surat at-Taubah sempat
terhenti karena tidak bisa dihadirkannya dua orang saksi yang menyaksikan bahwa
akhir Surat at-Taubah tsb ditulis di hadapan Rasululllah saw, kecuali kesaksian
Khuzaimah saja. Para sahabat tidak berani menghimpun akhir ayat tersebut,
sampai terbukti bahwa Rasulullah telah berpegang pada kesaksian Khuzaimah,
bahwa kesaksian Khuzaimah sebanding dengan kesaksian dua orang muslim yang
adil. Barulah mereka menghimpun lembaran yang disaksikan oleh Khuzaimah
tersebut.
Demikianlah, walaupun para sahabat telah hafal seluruh ayat
al-Qur`an, namun mereka tidak hanya mendasarkan pada hafalan mereka saja.
Akhirnya, rampung sudah tugas pengumpulan al-Qur`an yang sangat
berat namun sangat mulia ini. Perlu diketahui, bahwa pengumpulan ini bukan
pengumpulan al-Qur`an untuk ditulis dalam satu mushhaf, tetapi sekedar
mengumpulkan lembaran-lembaran yang telah ditulis di hadapan Rasulullah saw ke
dalam satu tempat.
Lembaran-lembaran al-Qur`an ini tetap terjaga bersama Abu Bakar
selama hidupnya. Kemudian berada pada Umar bin al-Khaththab selama hidupnya.
Kemudian bersama Ummul Mu`minin Hafshah binti Umar ra sesuai wasiat Umar.
2.6.Penyalinan Al-Qur`an
Kemudian datanglah masa pemerintahan Amirul Mu`minin Utsman bin
Affan ra. Di wilayah-wilayah yang baru dibebaskan, sahabat nabi yang bernama
Hudzaifah bin al-Yaman terkejut melihat terjadi perbedaan dalam membaca
al-Qur`an. Hudzaifah melihat penduduk Syam membaca al-Qur`an dengan bacaan Ubay
bin Ka’ab. Mereka membacanya dengan sesuatu yang tidak pernah didengar oleh
penduduk Irak. Begitu juga ia melihat penduduk Irak membaca al-Qur`an dengan
bacaan Abdullah bin Mas’ud, sebuah bacaan yang tidak pernah didengar oleh
penduduk Syam. Implikasi dari fenomena ini adalah adanya peristiwa saling mengkafirkan
di antara sesama muslim. Perbedaan bacaan tersebut juga terjadi antara
penduduk Kufah dan Bashrah.Hudzaifah pun marah. Kedua matanya merah.
Hudzaifah berkata, “Penduduk Kufah membaca qiraat Ibnu Mas’ud,
sedangkan penduduk Bashrah membaca qiraat Abu Musa. Demi Allah jika aku bertemu
dengan Amirul Mu`minin, sungguh aku akan memintanya untuk menjadikan bacaan
tersebut menjadi satu.”
Sekitar tahun 25 H, datanglah Huzaifah bin al-Yaman menghadap
Amirul Mu`minin Utsman bin Affan di Madinah.
Hudzaifah berkata, “Wahai Amirul Mu`minin, sadarkanlah umat ini
sebelum mereka berselisih tentang al-Kitab (al-Qur`an) sebagaimana perselisihan
Yahudi dan Nasrani.”
Utsman kemudian mengutus seseorang kepada Hafshah agar Hafshah
mengirimkan lembaran-lembaran al-Qur`an yang ada padanya kepada Utsman untuk
disalin ke dalam beberapa mushhaf, dan setelah itu akan dikembalikan lagi.
Hafshah pun mengirimkan lembaran-lembaran al-Qur`an itu kepada
Utsman.
Utsman lalu memerintahkan Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair,
Said bin al-‘Ash, dan Abdurrahman bin Harits bin Hisyam untuk menyalinnya ke
dalam beberapa mushhaf.
Utsman bertanya, “Siapa yang orang yang biasa menulis?”
Dijawab, “Penulis Rasulullah saw adalah Zaid bin Tsabit.”
Utsman bertanya lagi, “Lalu siapa oang yang paling pintar bahasa
Arabnya?”
Dijawab, “Said bin al-‘Ash.
Utsman kemudian berkata, “Suruhlah Said untuk mendiktekan dan Zaid
untuk menuliskan al-Qur`an.”
Saat proses penyalinan mushhaf berjalan, mereka hanya satu kali
mengalami kesulitan, yakni adanya perbedaan pendapat tentang penulisan kata
“at-Taabuut”.
Seperti diketahui, yang mendiktekannya adalah Said bin al-Ash dan
yang menuliskannya adalah Zaid bin Tsabit. Semua dilakukan di hadapan para
sahabat. Ketika Said bin al-Ash mendiktekan kata at-Taabuut maka Zaid bin
Tsabit menuliskannya sebagaimana ditulis oleh kaum Anshar yaitu at-Taabuuh,
karena memang begitulah menurut bahasa mereka dan begitulah mereka
menuliskannya. Tetapi anggota tim lain memberitahukan kepada Zaid bahwa
sebenarnya kata itu tertulis di dalam lembaran-lembaran al-Qur`an dengan Ta`
Maftuhah, dan mereka memperlihatkannya ke Zaid bin Tsabit. Zaid bin Tsabit
memandang perlu untuk menyampaikan hal itu kepada Utsman supaya hatinya menjadi
tenang dan semakin teguh. Utsman lalu memerintahkan mereka agar kata itu
ditulis dengan kata seperti dalam lembaran-lembaran al-Qur`an yaitu dengan Ta`
Mahtuhah. Sebab hal itu merupakan bahasa orang-orang Quraisy, lagi pula
al-Qur`an diturunkan dengan bahasa mereka. Akhirnya ditulislah kata tersebut
dengan Ta` Maftuhah.
Demikianlah, mereka tidak berbeda pendapat selain dari perkara
itu, karena mereka hanya menyalin tulisan yang sama dengan yang ada pada
lembaran-lembaran al-Qur`an, dan bukan berdasarkan pada ijtihad mereka.
Setelah mereka menyalin lembaran-lembaran tersebut ke dalam
mushhaf, Utsman segara mengembalikannya kepada Hafshah.
Utsman kemudian mengirimkan salinan-salinan mushhaf ke seluruh
wilayah negeri Islam agar orang-orang tidak berbeda pendapat lagi tentang
al-Qur`an. Jumlah salinan yang telah dicopy sebanyak tujuh buah. Tujuh salinan
tersebut dikirimkan masing-masing satu copy ke kota Makkah, Syam, Yaman,
Bahrain, Bashrah, Kufah dan Madinah. Mushhaf inilah yang kemudian dikenal
dengan nama Mushhaf Utsmani.
Utsman kemudian memerintahkan al-Qur`an yang ditulis oleh sebagian
kaum muslimin yang bertentangan dengan Mushhaf Utsmani yang mutawatir tersebut
untuk dibakar.
Pada masa berikutnya kaum muslimin menyalin mushhaf-mushhaf yang
lain dari mushhaf Utsmani tersebut dengan tulisan dan bacaan yang sama hingga
sampai kepada kita sekarang.
Adapun pembubuhan tanda syakal berupa fathah, dhamah, dan kasrah
dengan titik yang warna tintanya berbeda dengan warna tinta yang dipakai pada
mushhaf yang terjadi di masa Khalifah Muawiyah dilakukan untuk menghindari kesalahan
bacaan bagi para pembaca al-Qur`an yang kurang mengerti tata bahasa Arab. Pada
masa Daulah Abbasiyah, tanda syakal ini diganti. Tanda dhamah ditandai dengan
dengan wawu kecil di atas huruf, fathah ditandai dengan alif kecil di atas
huruf, dan kasrah ditandai dengan ya` kecil di bawah huruf.
Begitu pula pembubuhan tanda titik di bawah dan di atas huruf di
masa Khalifah Abdul Malik bin Marwan dilakukan untuk membedakan satu huruf
dengan huruf lainnya.
Dengan demikian, al-Qur`an yang sampai kepada kita sekarang adalah
sama dengan yang telah dituliskan di hadapan Rasulullah saw. Allah SWT telah
menjamin terjaganya al-Qur`an. Tidak ada orang yang berusaha mengganti satu
huruf saja dari al-Qur`an kecuali hal itu akan terungkap.
Allah SWT berfirman:
“ Innaa nahnu nazzalnadz
dzikra wa innaa laHu lahaafizhuun “
Artinya:
Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan al-Qur`an dan sesungguhnya
Kami benar-benar memeliharanya. (QS. Al-Hijr [15]: 9)
Oleh karena itu, tidak perlu kita ragu-ragu terhadap orisinalitas
al-Qur`an. Tak perlu kita terprovokasi tipu daya orang-orang liberal yang
berupaya membuat kita ragu-ragu terhadap al-Qur`an. Orang-orang liberal itu
memang telah berguru kepada para orientalis yang mempelajari al-Qur`an bukan
untuk mengimaninya, bukan untuk menerapkan hukum-hukum yang ada di dalamnya.
Mereka mempelajari al-Qur`an untuk mencari-cari cara agar bisa melemahkan
aqidah umat Islam. Semoga Allah menghancurkan rencana-rencana mereka. Semoga
Allah membuat sakit yang ada pada hati mereka semakin parah dan semakin parah.
Semoga Allah segera membinasakan mereka karena sakit itu. Amin ya Allah ya
Mujiibas saa`iliin.
2.7. Nama-nama al-Quran
Selain Al Qur’an, Allah juga memberi beberapa nama lain bagi
Kitab-Nya, seperti:
1. Al
Kitab atau Kitaabullah: merupakan synonim dari perkataan Al Qur’an, sebagaimana tersebut
dalam surat (2) Al Baqarah ayat 2 yang artinya; “Kitab (Al Qur’an) ini tidak
ada keraguan padanya….” Lihat pula surat (6) Al An’aam ayat 114.
2. Al
Furqaan:
“Al Furqaan” artinya: “Pembeda”, ialah “yang membedakan yang benar dan yang
batil”, sebagai tersebut dalam surat (25) Al Furqaan ayat 1 yang artinya: “Maha
Agung (Allah) yang telah menurunkan Al Furqaan, kepada hamba-Nya, agar ia
menjadi peringatan kepada seluruh alam”
3. Adz-Dzikir. Artinya: “Peringatan”.
sebagaimana yang tersebut dalam surat (15) Al Hijr ayat 9 yang artinya:
Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan “Adz-Dzikir dan sesungguhnya Kamilah
penjaga-nya” (Lihat pula surat (16) An Nahl ayat 44. Dari nama yang tiga
tersebut di atas, yang paling masyhur dan merupakan nama khas ialah “Al
Qur’an”. Selain dari nama-nama yang tiga itu dan lagi beberapa nama bagi Al
Qur’an. lmam As Suyuthy dalam kitabnya Al Itqan, menyebutkan nama-nama Al
Qur’an, diantaranya: Al Mubiin, Al Kariim, Al Kalam, An Nuur.
2.8. Surah-surah dalam
al-Quran
Jumlah surat yang terdapat dalam Al Qur’an ada 114;
nama-namanya dan batas-batas tiap-tiap surat, susunan ayat-ayatnya adalah
menurut ketentuan yang ditetapkan dan diajarkan oleh Rasulullah sendiri
(tauqifi).Sebagian dari surat-surat Al Qur’an mempunyai satu nama dan sebagian
yang lain mempunyai lebih dari satu nama, sebagaimana yang akan diterangkan
dalam muqaddimah tiap-tiap surat.
Surat-surat yang ada dalam Al Qur’an ditinjau dari segi
panjang dan pendeknya terbagi atas 4 bagian, yaitu:
1. ASSAB’UTHTHIWAAL, dimaksudkan, tujuh surat yang panjang
Yaitu: Al Baqarah, Ali Imran, An Nisaa’, Al A’raaf, Al An’aam, Al Maa-idah dan
Yunus.
2. Al MIUUN, dimaksudkan surat-surat yang berisi kira-kira seratus
ayat lebih seperti: Hud, Yusuf, Mu’min dsb.
3. Al MATSAANI, dimaksudkan surat-surat yang berisi kurang sedikit
dari seratus ayat seperti: Al Anfaal. Al Hijr dsb.
4. AL MUFASHSHAL, dimaksudkan surat-surat pendek. seperti:
Adhdhuha, Al Ikhlas, AL Falaq, An Nas. dsb.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpuan
kesimpulan dari pembahasan diatas adalah
bahwasanya Al-Quran merupakan kitab suci yang terakhir di dunia ini, Al- Quran
adalah sumber hukum bagi seluruh umat manusia di seluruh dunia dan , Al- Quran
adalah satu satunya kitab yang tidak mengalmi perbuahan dan pengaruh dari luar,
masih muri dan Al Quran merupakan kalam ALLAH yang di bukukan untuk dijadikan
pedoman dalam menjaankan hidup.
Datar pustaka
http://mtsmaarif18.blogspot.com/
Lampiran
Tidak ada komentar:
Posting Komentar