![]() |
THOHAROH
|
DAN
MACAM-MACAMNYA
|
|
![]() |
|
|
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang
telah mencurahkan Rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah
yang di berikan oleh dosen pembimbing dalam mata kuliah Fiqih. Shalawat
serta salam semoga selalu tercurahkan kepada pemimpin paling mulia, manusia
yang paling baik akhlaknya yaitu Nabi Muhammad SAW , kepada keluarganya, para
sahabat serta pengikutnya yang setia hingga akhir zaman. Amin
Makalah ini berjudul “Thaharah” yang
nantinya akan memberikan pemahaman kepada pembaca tentang hal-hal yang berkaitan
dengan thaharah. . Mungkin penulis tidak bisa membuat makalah ini
sesempurna mungkin. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat penulis harapkan
dari para pembaca. Khususnya dari dosen yang telah membimbing penulis dalam
mata kuliah ini.
Ucapan terima kasih juga saya
sampaikan kepada dosen pembimbing saya yang telah memberikan arahan dan juga
kepada orang-orang di sekitar saya yang telah membantu saya dalam mendapatkan
sumber-sumber materi yang bisa saya jadikan pedoman untuk menyelesaikan makalah
ini.
Nyukang
Harjo, 15 September 2016
Penyusun
Ahmadi

KATA PENGANTAR……………………………..………………………………... i
DAFTAR ISI ……………………………..….……………………………………..
ii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................
1
A. Latar Belakang ………….…………………………….……………………………. 1
B. Rumusan Masalah ………………………………………………………………..... 1
BAB II PEMBAHASAN…………………….…..…………………………….... 2
A. Makna Thaharah..... ………………………………………………………………. 2
B. Wudu’……………………………………………………….……………………... 4
C. Tayamum…………………………………………………….……………………... 4
D. Mandi……………………………………………………….………………………. 5
BAB III PENUTUP………………………………………………………………. 6
A. Kesimpulan………………………………………………………………………… 6
B. Saran……………………………………………………………………………….. 8
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………...............................
9
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam
berbagai macam kitab yang menjelaskan tentang fiqih selalu saja bab thaharah
berada pada bab yang paling awal atau paling utama. Hal itu terjadi dikarenakan
thaharah adalah bagian yang paling penting dipelajari. Melaksanakan
shalat tanpa thaharah maka tentu saja shalat yang dikerjakan tidak sah.
Dalam artian jika ada seseorang yang mengerjakan shalat tanpa bersesuci
terlebih dahulu maka shalat yang ia kerjakan itu sia-sia. karena pada dasarnya
islam memang mewajibkan setiap orang yang ingin melaksanakan shlat itu harus
suci.
Mungkin
masih banyak dikalangan orang awam yang tidak tahu persis tentang pentingnya thaharah.
Namun tidak bisa dipungkiri juga bahsanya juga ada orang yang tahu akan thaharah
namun mengabaikannya. maka dari pada itu penulis akan mencoba sedikit
menjelaskan apa-apa yang penulis ketahui tentang thaharah dari berbagai
sumber. Mudah-mudahan saja melalui makalah ini umat islam sadar akan pentingnya
thaharah dan tidak mengabaikan pentingnya thaharah kembali.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa makna dari thaharah ?
2.
Apa saja bagian-bagian dari thaharah
?
3.
Apa saja yang bisa digunakan untuk
bersuci ?
4.
Ada berapa pembagian air dan
jelaskan ?
5.
Jelaskan pengertian dari wudu’,
tayamum, dan mandi ?
6.
Jelaskan rukun-rukun , tayamum, dan
mandi ?
7.
Apa pentingnya thaharah ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Makna Thaharah
“Thaharah adalah mengerjakan
sesuatu, yang mana ibadah shalat tidak akan sah tanpa melaksanakan hal
tersebut”. (mabaadiul Fiqh juz 3, Umar Abdul Jabbar : 8). Yang dimaksud
mengerjakan sesuatu di atas yaitu bersesuci. Yang mana bersesu-ci ini terbagi
ke dalam dua bagian lagi. Yang pertama yaitu bersuci dari hadas dan yang
kediua bersesuci dari kotoran atau najis. Yang dimasud bersuci dari hadas itu
sendiri yaitu berwudu’, mandi besar, dan juga tayamum sebagai pengganti dari wu-du’.
Sedangkan yang dimaksud dari bersuci dari kotoran ataupun najis itu
sendiri yaitu istinja’, dan menghilangkan najis dari badan, pakaian dan
tempat.
Sedangakan alat untuk bersesuci titu
sendiri ada beberapa macam diantaranya yaitu air, debu, batu, disamak. Melalui
macam-macam alat bersesuci itu sendiri maka telah dijelaskan oleh ulama
bahwasanya alat bersesuci air itu sendiri terbagi menjadi tiga bagian.
Yaitu air thahhir muthahhir (air mutlak), air thahhir ghairu
muthahhir, dan air mutanajjis. Namun di dalam kitab lain di jelaskan
pula bahwa air itu terbagi menjadi empat bagian yaitu air thahhir muthahhir,
air thahhir ghairu muthahhir, air mutanajjis, dan air
musyammas.
Air thahhir muthahhir (air
mutlak) yaitu setiap air yang turun dari langit ataupun keluar dari bumi
yang mana keluarnya tersebut tetap seperti asal kejadiannya serta salah satu
sifatnya air tidak berubah sebab ada sesuatu yang mencampurinya. (Mabaadiul
Fiqh juz 4, Umar Abdul Jabbar : 3). Diantara macam-macam air thahhir
muthahhir yaitu :
1. Air hujan.
2. Air laut.
3. Air sungai.
4. Air sumur.
5. Air mata air (sumber).
6. Air es (salju).
7. Air embun.
Air thahhir ghairu muthahhir yaitu air yang suci namun air
tersebut tidak dapat digunakan untuk bersuci. Diantara contoh yang termasuk
dalam kategori air thahhir ghairu muthahhir yaitu air kopi, air the, dan
sebagainya, ataupun air hujan yang mana dalam air hujan itu dicampuri dengan
air teh lalu salah satu sifat airnya berubah maka air itu sendiri juga bisa
dikatakan air thahhir ghairu muthahhir. Yaitu air yang hukumnya suci
dalam artian boleh diminum namun tidak dapat digunakan untuk bersuci atau
menghilangkan hadas.
Air mutanajjis yaitu setiap
yang yang mana di dalam air tersebut kejatuhan (terkena) najis. Air semacam ini
sama sekali tidak bisa digunakan untuk ber suci menghilangkan hadas) bukan
hanya itu air yang semacam ini juga tidak boleh diminum dan semacamnya. Jika
air itu sampai kepada dua qullah atau lebih maka jika ada najis yang
jatuh ke dalamnya maka hukumnya di perinci lagi.
1.Jika
najis yang jatuh ke dalamnya sampai merubah salah satu sifatnya air maka air
itu dihukumi sebagai air yang mutanajjis atau air yang sudah tidak bisa lagi
dipakai untuk bersuci.
2.Jika
najis itu jatuh kedalamnya namun tidak sampai merubah salah satu sifatnya air
maka air itu dihukumi suci. (Fathul Qorib, Muhammad bin Qosim Al-Ghazi : 3-4 ).
Namun jika air itu tidak
sampai 2 qullah maka air itu dihukumi sebagai air yang mutanajjis secara
mutlak.
Air musyammas yaitu air yang
kena sinar matahari sampai panas. (terjemah khulashah kifayatul akhyar, Moh.
Rifa’I : 11). Air yang semacam ini dihukumi suci dikarenakan tidak terkena
najis. Namun air ini dihukumi makruh untuk digunakan. Dalam sutu riwayat
diterangkan : “Nabi SAW. Melarang Aisyah menggunakan air musyammas,
beliau bersabda : air itu bisa menimbulkan belang”.
Air musta’mal yaitu : setiap
air yang telah digunakan untuk bersuci. Air sejenis ini termasuk juga kedalam
jenis air thahhir ghairu muthahhir. Yaitu air ini tetap dihukumi suci namun
sudah tidak bisa digunakan untuk bersuci lagi.
B. Wudu’
Wudu’
merupakan bagian dari pada thaharah. Dalam wudu’ ini memiliki beberapa rukun
diantara rukun-rukun berwudu’ yaitu :
1. Niat wudu’.
Yaitu berniat menunaikan kefarduan
wudu’, menghilangkan hadas bagi orang yang selalu hadas, niat thaharah dari
hadas atau thaharah untuk menunaikan semacam ibadah shalat.
2. Membasuh kulit muka.
Batasan bujur muka yaitu antara
tempat-tempat tumbuh rambut kepala yang wajar sampai bawah pertemuan dua
rahang. Sedangkan batas lintang muka sendiri yaitu antara dua telinga.
3. Membasuh dua tangan.
Yaitu dari telapak tangan sampai
siku.
4. Mengusap sebagian kepala.
5. Membasuh kedua kaki.
6. Tertib.
Yaitu sebagaimana yang disebuykan di
atas, yaitu mendahulukan basuhan muka, kedua tangan, kepala, lalu kedua kaki.
(Fathul Mu’in, Syaikh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari : 4-5).
C. Tayamum.
Tayamum yaitu mengusap wajah dan kedua
tangan dengan debu yang suci atas bagian yang ditentukan sebagai pengganti dari
wudu’. (Mabaadiul Fiqh, Umar Abdul Jabbar : 22). Sama seperti wudu’
tayamum juga memiliki rukun-rukun tersendiri. Diantara rukun-rukun tayamum
yaitu :
1. Berniat memperoleh kewenangan shalat
fardu, secara bersamaan memindahkan debu ke muka.mengusap wajah.
2. Mengusap wajah dengan debu.
3. Mengusap kedua tangan.
4. Tertib.
Jika
seseorang tercegah menggunakan air, maka wajib baginya bertayamum,
membasuh anggota yang sehat dan mengusapkan air pada pembalut yang berbahaya
jika dilepas. Bagi orang yang junub tidak wajib tertib antara tayamum
dan membasuh anggota yang sehat. Jika yang tidak bisa terkena air itu dua
anggota, maka tayamum wajib dilakukan dua kali. (Fathul Mu’in,
Syaikh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari : 8).
D. Mandi.
Mandi
merupakan bagian dari pada thaharah. Sebagaimana wudu’ dan tayamum
mandi juga terdapat rukun-rukunnya. Namun sebelum mengetahui rukun-rukunnya
terlebih dahulu penulis akan mencoba menguraikan sebab-sebab diwajibkannya
mandi. Diantara sebab-sebab diwajibkannya mandi yaitu : haidh, nifas,
wiladah (melahirkan), meninggal dunia, bersetebuh dengan catatan sampai
bertemunya dua khitan, dan junub.
Sedangkan
rukun-rukunnya mandi yaitu :
1. Niat
2. Menyampaikan air keseluruh bagian
tubuh.
Dalam kehidupan sehari-hari, thaharah
memiliki fungsi yaitu :
1. Membiasakan hidup bersih dan sehat
2. Membiasakan hidup yang selektif
3. Sebagai sarana untuk berkomunikasi
dengan Allah SWT melalui sholat
4. Sebagai sarana untuk menuju surga
5. Menjadikan kita dicintai oleh Allah SWT
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
“Thaharah
adalah mengerjakan sesuatu, yang mana ibadah shalat tidak akan sah tanpa
melaksanakan hal tersebut”. alat untuk bersesuci titu sendiri ada beberapa
macam diantaranya yaitu air, debu, batu, disamak. Melalui macam-macam alat
bersesuci itu sendiri maka telah dijelaskan oleh ulama bahwasanya alat
bersesuci air itu sendiri terbagi menjadi tiga bagian. Yaitu air thahhir
muthahhir (air mutlak), air thahhir ghairu muthahhir, dan air mutanajjis.
Namun di dalam kitab lain di jelaskan pula bahwa air itu terbagi menjadi empat
bagian yaitu air thahhir muthahhir, air thahhir ghairu muthahhir,
air mutanajjis, dan air musyammas.
Wudu’
merupakan bagian dari pada thaharah. Dalam wudu’ ini memiliki beberapa rukun
diantara rukun-rukun berwudu’ yaitu :
1. Niat wudu’.
Yaitu
berniat menunaikan kefarduan wudu’, menghilangkan hadas bagi orang yang selalu
hadas, niat thaharah dari hadas atau thaharah untuk menunaikan semacam ibadah
shalat.
2. Membasuh kulit muka.
Batasan
bujur muka yaitu antara tempat-tempat tumbuh rambut kepala yang wajar sampai
bawah pertemuan dua rahang. Sedangkan batas lintang muka sendiri yaitu antara
dua telinga.
3. Membasuh dua tangan.
Yaitu
dari telapak tangan sampai siku.
4. Mengusap sebagian kepala.
5. Membasuh kedua kaki.
6. Tertib.
Yaitu
sebagaimana yang disebuykan di atas, yaitu mendahulukan basuhan muka, kedua
tangan, kepala, lalu kedua kaki.
Tayamum yaitu mengusap wajah dan kedua
tangan dengan debu yang suci atas bagian yang ditentukan sebagai pengganti dari
wudu’.
rukun-rukun
tayamum yaitu :
1.
Berniat memperoleh kewenangan shalat fardu, secara bersamaan memindahkan
debu ke muka.mengusap wajah.
2.
Mengusap wajah dengan debu.
3.
Mengusap kedua tangan.
4.
Tertib.
Mandi
merupakan bagian dari pada thaharah.
Diantara
sebab-sebab diwajibkannya mandi yaitu : haidh, nifas, wiladah
(melahirkan), meninggal dunia, bersetebuh dengan catatan sampai bertemunya dua khitan,
dan junub.
Sedangkan
rukun-rukunnya mandi yaitu :
1.
Niat
2.
Menyampaikan air keseluruh bagian tubuh.
B. Saran
Setelah
penulis mencoba sedikit menguraikan hal-hal yang berkaitan dengan thaharah maka
dengan itu penulis sangat berharap dengan adanya makalah ini para pembaca yang
budiman selalu diberikan hidayah oleh Allah SWT. Karena pada dasarnya hidayah
tidak akan pernah diberikan oleh Allah SWT. Kepada hambnya jika hambanya tidak
mau memiliki sifat kesadaran. Melalui kesadaran itulah seseorang akan diberikan
hidayah oleh Allah SWT.
Semoga
para pembaca juga sadar akan pentingnya thaharah. Sehingga jika umat islam
sudah sadar akan pentingnya thaharah sudah barang tentu mereka semua akan hidup
sehat. Serta tidak asal-asalan dalam thaharah. Karena jika penulis lihat di
zaman ini masih banyak orang yang berwudu’ namun masih belum benar cara mereka
mengerjakannya. Masih ada yang berwudu’ seperti capung mandi. Dalam artian
dalam berwudu’ mereka asal bagian anggota wudu’nya terkena air saja tanpa
memperhatikan apakah wudu’nya sudah sah atau belum menurut kaca mata islam.
Lampiran
DAFTAR PUSTAKA
Rifa’I, Moh, Terjemah Khulashah
Kifayatul Awam, Semarang : CV. Toha putra, 1978
Umar Abdul jabbar, Mabaadiul Fiqh
Juz Tsalits (3), Surabaya : Sumber Ilmu
Umar Abdul jabbar, Mabaadiul Fiqh
Juz Rabi’ (4), Surabaya : Sumber Ilmu
Sayyid Abdurrahman, Duruusul Fiqh
: Salim Ibn Nabhan
Salim bin Sumair al-hadhrami,
Kaasyifatus Sajaa, Surabaya : Nurul Huda
Muhammad bin Qosim Al-Ghazi, Fathul
Qorib, Surabaya : Nurul Huda
Zainuddin bin Abdul Aziz al
Malibari, Fathul Mu’iin, Surabaya : Nurul Huda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar