Perkembangan Kognitif Bagi Proses Belajar Siswa
|
September 15
2016
|
|
![]() |
|
|

KATA
PENGANTAR
AssalamualaikumWr. Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang yang
telah melimpahkan rahmat-Nya, karena atas izin-Nya lah penulis dapat
menyelesaikan makalah dengan judul TRANSFER BELAJAR ini dengan tepat waktu.
Tak lupa penulis ucapkan terimakasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.
Penulis mengharapkan kritik dan saran agar menjadi
koreksi dan peningkatan penulis dalam pembuatan makalah selanjutnya.
WassalamualaikumWr. Wb
Nyukang Harjo, 15 September 2016
Penulis
Ahmadi
Daftar Isi
Kata
Pengantar ……………………………………………………………………………………………………
Daftar
Isi
…………………………………………………………………...........................................................
BAB I
PENDAHULUAN ………………………………………………………………………………………….
A. Latar Belakang
……………………………………………………....................................................
B. Rumusan Masalah ……………………………………………………………………………………..
C. Tujuan ……………………………………………………………………………...…….........................
D. Manfaat ……………. ……………………………………………………………………………………..
BAB II
PEMBAHASAN ………………………………………………………………………...........................
A. Pengertian Transfer
Belajar ……...……………………………………….………………………
B.
Macam-macam
Transfer belajar………………………...………………….……………………
C. Beberapa pandangan
tentang transfer belajar..............................................................
D. Faktor-faktor yang
berperanan dalam transfer belajar ...........................................
BAB III
PENUTUP ………………………………………………………………………………………………...
A. Kesimpulan ………………………………………………………………………………………………
B. Saran ………………………………………………………………………………………………………..
Lampiran ……………………………………………………………………………………………………….
Daftar Pustaka
………………………………………………………………………………………………..
|
1
2
3
3
4
5
5
6
6
7
9
11
13
13
13
14
15
|
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Peserta didik tidak pernah lepas dari belajar, baik di
sekolah lingkungan keluarga, maupun lingkungan masyarakat. Kemampuan kognitif
sangat diperlukan peserta didik dalam pendidikan. Perkembangan kognitif
merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam perkembangan peserta
didik. Kita ketahui bahwa peserta didik merupakan objek yang berkaitan langsung
dengan proses pembelajaran, sehingga perkembangan kognitif sangat menentukan
keberhasilan peserta didik dalam sekolah.
Dalam perkembangan kognitif di sekolah, guru sebagai tenaga
kependidikan yang bertanggung jawab dalam melaksanakan interaksi edukatif dan
pengembangan kognitif peserta didik, perlu memiliki pemahaman yang sangat
mendalam tentang perkembangan kognitif pada anak didiknya.
Orang tua juga tidak kalah penting dalam kognitif anak
karena perkembangan dan pertumbuhan anak dimulai di lingkungan keluarga. Namun,
sebagian pendidik dan orang tua belum terlalu memahami tentang perkembangan
kognitif anak, karakteristik perkembangan kognitif, dan lain-lain yang
berhubungan dengan masalah perkembangan kognitif anak.
Oleh karena itu, mengingat pentingnya perkembangan kognitif
bagi peserta didik, diperlukan penjelasan perkembangan kognitif lebih detail
baik pengertian maupun tahap-tahap karakteristik perkembangan kognitif peserta
didik.
1.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang perkembangan kognitif peserta didik,
dapat kita ambil masalah-masalah yang mendasar terhadap perkembangan kognitif,
antara lain:
1. Apa pengertian perkembangan kognitif ?
2. Bagaimana proses perkembangan kognitif peserta didik ?
3. Apa saja karakteristik perkembangan kognitif peserta
didik dan tahap-tahapnya?
4. Masalah apa yang berkaitan dengan perkembangan kognitif
peserta didik dan bagaimana solusinya ?
1.3. Tujuan
Dari rumusan masalah perkembangan kognitif peserta didik,
tujuan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pengertian perkembangan kognitif peserta
didik.
2. Mengetahui proses perkembangan kognitif peserta didik.
3. Mengetahui karakteristik perkembangan kognitif peserta
didik dan tahap-tahapnya.
4. Mengetahui masalah seputar karakteristik perkembangan
kognitif peserta didik dan solusinya.
1.4. Manfaat
1. Bagi penulis makalah ini memberikan manfaat yang sangat
besar, karena dengan adanya penyusunan makalah mengenai perkembangan kognitif
peserta didik, dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai perkembangan
kognitif.
2. Bagi pembaca khususnya para peserta didik, makalah ini
dapat memberikan wawasan mengenai perkembangan kognitif dan tahaprt. Dengan adanya makalah ini peserta didik dapat
berpartisipasi dalam meningkatkan kemampuan kognitif yang dimilikinya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Perkembangan Kognitif
Serupa dengan aspek-aspek perkembangan yang lainnya,
kemampuan kognitif anak juga mengalami perkembangan tahap demi tahap. Secara
sederhana, pada buku karangan (Desmita, 2009) dijelaskan kemampuan kognitif
dapat dipahami sebagai kemampuan anak untuk berpikir lebih kompleks serta kemampuan
melakukan penalaran dan pemecahan masalah. Dengan berkembangnya kemampuan
kognitif ini akan memudahkan peserta didik menguasai pengetahuan umum yang
lebih luas, sehingga anak mampu melanjutkan fungsinya dengan wajar dalam
interaksinya dengan masyarakat dan lingkungan.
Sehingga dapat dipahami bahwa perkembangan kognitif adalah
salah satu aspek perkembangan peserta didik yang berkaitan dengan pengetahuan,
yaitu semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu
mempelajari dan memikirkan lingkungannya, sesuai buku karangan (Desmita, 2009).
Teori perkembangan kognitif, menurut Pieget Perkembangan
kognitif seorang anak terjadi secara bertahap, lingkungan tidak tidak dapat
mempengaruhi perkembangan pengetahuan anak. Seorang anak tidak dapat menerima
pengetahuan secara langsung dan tidak bisa langsung menggunakan pengetahuan
tersebut, tetapi pengetahuan akan didapat secara bertahap dengan cara belajar
secara aktif dilingkungan sekolah.
Kemudian, pandangan perkembangan kognitif menurut Vygotsky
berbeda dengan piaget. Vygotsky lebih menekankan pada konsep sosiokultural,
yaitu konteks sosial dan interaksi dengan orang lain
dalam proses belajar anak. Vygotsky juga yakin suatu pembelajaran tidak hanya
terjadi saat disekolah atau dari guru saja, tetapi suatu pembelajaran dapat
terjadi saat siswa bekerja menangani tugas-tugas yang belum pernah dipelajari
disekolah namun tugas-tugas itu bisa dikerjakannya dengan baik, misalnya di
masyarakat.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan dan dapat
dipahami bahwa kognitif atau pemikiran adalah istilah yang digunakan oleh ahli
psikologi untuk menjelaskan semua aktivitas mental yang berhubungan dengan
persepsi, pikiran, ingatan dan pengolahan informasi yang memungkinkan seseorang
memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah, dan merencanakan masa depan, atau
semua proses psikologis yang berkaitan bagaimana individu mempelajari,
memperhatikan, mengamati, membayangkan, memperkirakan, menilai dan memikirkan
lingkungannya. (Desmita, 2009).
2.2. Proses Perkembangan Kognitif
Dalam pembahasan proses perkembangan kognitif, ada dua
alternative proses perkembangan kognitif yaitu pada teori dan tahap-tahap
perkembangan yang dikemukakan oleh Piaget dan proses perkembangan kognitif oleh
para pakar psikologi pemprosesan informasi.
1.
Teori Perkembangan Kognitif Piaget
Piaget meyakini bahwa pemikiran seorang anak berkembang dari
bayi sampai dia dewasa. Menurut teori Piaget, setiap individu pada saat tumbuh
mulai dari bayi yang baru di lahirkan sampai mengijak usia dewasa mengalami
empat tingkat perkembangan kognitif, yaitu tahap sensori-motorik (dari lahir
sampai 2 tahun), tahap pra-operasional (usia 2 sampai 7 tahun), tahap
konkret-operasional (usia 7 sampai 11 tahun), dan tahap operasional formal
(usia 11 tahun ke atas), dalam buku karangan Desmita(2009:101) dan (Anwar
Holil,2008).
a. Tahap Sensori-Motorik (usia 0-2 tahun)
Desmita (2009:101) Dikatakan bahwa bayi bergerak dari
tindakan reflex instinktif pada saat lahir sampai permulaan pemikiran simbolis.
Bayi membangun suatu pemahaman tentang dunia melalui pengkoordinasian
pengalaman-pengalaman sensor dengan tindakan fisik.
b. Tahap Pra-Operasional (usia 2-7 tahun)
Pada tahap ini anak mulai
merepresentasikan dunia dengan kata-kata dari berbagai gambar. Kata dan
gambar-gambar ini menunjukkan adanya peningkatan pemikiran simbolis dan
melampaui hubungan informasi indrawi dan tindakan fisik (Desmita, 2009).
c. Tahap Konkret-Operasional (usia 7-11 tahun)
Ditahap ini anak dapat berpikir secara logis mengenai
peristiwa-peristiwa yang konkret dan mengklasifikasikan benda-benda ke dalam
bentuk-bentuk yang berbeda (Desmita, 2009). Tetapi dalam tahapan
konkret-operasional masih mempunyai kekurangan yaitu, anak mampu untuk
melakukan aktivitas logis tertentu tetapi hanya dalam situasi yang konkrit.
Dengan kata lain, bila anak dihadapkan dengan suatu masalah secara verbal, yaitu
tanpa adanya bahan yang konkrit, maka ia belum mampu untuk menyelesaikan
masalah ini dengan baik.
d. Tahap Operasional Formal (usia 11 tahun-dewasa)
Ditahap ini remaja berfikir dengan cara yang
lebih abstrak, logis, dan lebih idealistik.
2.3. Karakteristik Perkembangan Kognitif Peserta
Didik
Karakteristik perkembangan kognitif peserta didik dibagi
menjadi 3, yaitu:
1.
Masa kanak-kanak awal
a) Pengertian
perkembangan kognitif masa kanak-kanak awal
Jean Piaget menanamkan masa kanak-kanak awal. Dari sekitar usia 2 sampai 7 tahun, sebagai tahap praoperasional, karena
anak-anak belum siap untuk terlibat dalam operasi atau manipulasi mental yang
mensyaratkan pemikiran logis. Karakteristik perkembangan dalam tahap kedua
adalah perluasan penggunaan pemikiran simbolis, atau kemampuan representional,
yang pertama kali muncul pada akhir tahap sensorimotor. Menurut Montessori ( Hurlock,
1978) anak usia 3-6 tahun adalah anak yang sedang berada dalam periode sensitif atau masa peka, yaitu suatu periode
dimana suatu fungsi tertentu perlu dirangsang, diarahkan sehingga tidak
terhambat perkembangannya. Anak taman kanak-kanak adalah anak yang sedang
berada dalam rentang usia 4-6 tahun, yang merupakan sosok individu yang sedang
berada dalam proses perkembangan. Proses pendidikan bagi anak usia 4-6 tahun
secara formal dapat ditempuh di taman kanak-kanak.
b) Kemampuan yang mampu
dikuasai anak
Pada tahap ini kemampuan anak berada pada tahap praoperasional.
Dikatakan praoperasional karena pada tahap ini anak belum memahami. Fase
praoperasional dapat dibagi ke dalam tiga subfase, yaitu subfase fungsi
simbolis, subfase berpikir secara egosentris dan subfase berpikir secara
intuitif. Fase ini rnemberikan andil yang besar bagi perkembangan kognitif anak.
Pada fase praoperasional, anak tidak berpikir secara operasional yaitu suatu
proses berpikir yang dilakukan dengan jalan menginternalisasi suatu aktivitas
yang memungkinkan anak mengaitkannya dengan kegiatan yang telah dilakukannya
sebelumnya. Fase ini merupakan fase permulaan bagi anak untuk membangun
kemampuannya dalam menyusun pikirannya. Oleh sebab itu, cara berpikir anak pada
fase ini belum stabil dan tidak terorganisasi secara baik.
Fase praoperasional mencakup tiga aspek, yang memiliki kemampuan yaitu:
1.
Berpikir Simbolik
Berpikir simbolik yaitu kemampuan untuk berpikir tentang objek dan peristiwa walaupun
objek dan peristiwa tersebut tidak hadir secara fisik (nyata) di hadapan anak.
Subfase fungsi simbolis terjadi pada usia 2 - 4 tahun. Pada masa ini, anak
telah memiliki kemampuan untuk menggarnbarkan suatu objek yang secara fisik
tidak hadir. Contoh kemampuan ini membuat anak dapat rnenggunakan balok-balok
kecil untuk membangun rumah-rumahan, menyusun puzzle, dan kegiatan lainnya.
Pada masa ini, anak sudah dapat menggambar manusia secara sederhana. Pada fase
praoperasional, anak mulai menyadari bahwa pemahamannya tentang benda-benda di
sekitarnya tidak hanya dapat dilakukan melalui kegiatan sensorimotor, akan
tetapi juga dapat dilakukan melalui kegiatan yang bersifat simbolis. Anak tidak
harus berada dalam kondisi kontak sensorimotorik dengan objek, orang, atau
peristiwa untuk memikirkan hal tersebut. Anak dapat membanyangkan objek atau
orang tersebut memiliki sifat yang berbeda dengan yang sebenarnya.
Contoh: Citra bertanya
kepada ibunya tentang gajah yang mereka lihat dalam perjalanan mereka ke sirkus beberapa bulan yang lalu.
2.
Berpikir Egosentris
Aspek berpikir secara egosentris, yaitu cara berpikir tentang benar atau
tidak benar, setuju atau tidak setuju, berdasarkan sudut pandang sendiri. Oleh
sebab itu, anak belum dapat meletakkan cara pandangnya di sudut pandang orang
lain. Menurut Piaget, pemikiran itu khas bersifat egosentris, anak pada tahap
ini sulit membayangkan bagaimana segala sesuatunya tampak dari perspektif orang
lain. Subfase berpikir secara egosentris terjadi pada usia 2-4 tahun. Berpikir
secara egosentris ditandai oleh ketidakmampuan anak untuk memahami perspektif
atau cara berpikir orang lain. Anak berasumsi bahwa orang lain berpikir,
menerima dan merasa sebagaimana yang mereka lakukan.
Contoh:
Clara menyadari bahwa dia harus mebalik buku agar ayahnya dapat melihat gambar
yang dia minta untuk diterangkan. Dia malah memegang buku di depan wajahnya
sehingga hanya dia sendiri yang dapat malihat buku tersebut.
3.
Berpikir lntuitif
Fase berpikir
secara intuitif, yaitu kemarnpuan untuk menciptakan sesuatu, seperti menggambar
atau menyusun balok, akan tetapi tidak mengetahui dengan pasti alasan untuk
melakukannya. Subfase berpikir secata intuitif tenadi pada
usia 4 - 7 tahun. Masa ini disebut subfase berpikir secara intuitif karena pada saat ini anak kelihatannva
mengerti dan mengetahui sesuatu. Contoh: Ani menyusun balok meniadi rumah-rumahan, akan
tetapi pada hakikatnya Ani tidak mengetahui alasan-alasan yang menyebabkan
balok itu dapat disusun meniadi rumah. Dengan kata lain, anak belum memiliki
kemampuan untuk berpikir secara kritis tentang apa yang ada dibalik suatu kejadian.
Kemampuan lain yang
dikuasai anak tahap ini adalah:
a.
Memahami identitas
Anak memahami bahwa
perubahan di permukaan tidak mengubah karakter alamiah sesuatu.
Contoh: Boris mengetahui
bahwa gurunya sedang berbusana bajak laut tetapi orang itu tetap gurunya yang
berada di dalam kostum.
b.
Memahami sebab akibat
Anak mengetahui bahwa
peristiwa memiliki sebab dan akibat.
Contoh: Anas melihat bola
menggelinding dari balik tembok, lalu dia melihat belakang tembok untuk mencari
siapa yang menendang bola tersebut.
c.
Mampu mengklasifikasi
Anak mengorganisir objek,
orang, dan peristiwa kedalam kategori yang memiliki makna.
Contoh: Susan memilah
mainannya ke kelompok bagus dan jelek.
d.
Memahami angka
Anak dapat berhitung dan
bekerja dengan angka.
Contoh: Rosa membagi permen
kepada teman-temannya dan menghitung permen yang dia punya untuk memastikan
setiap orang mendapatkan permen yang sama.
e.
Empati
Anak menjadi lebih mampu
untuk membayangkan apa yang dirasakan oleh orang lain.
Contoh: Budi mencoba untuk
menenangkan temannya yang sedang kecewa dan menangis.
f.
Teori pikiran
Anak menjadi lebih dasar
akan aktivitas mental dan fungsi pikirannya.
Contoh: Putri ingin
menyimpan beberapa potong coklat untuk dirinya sendiri, karena itu ia menyimpan
coklat dari adiknya ke dalam kotak pensil. Dia mengetahui bahwa coklatnya akan
aman didalam kotak tersebut karena sang adik tidak akan mencarinya ke tempat
yang biasanya tidak terdapat coklat.
Batasan pemikiran praoperasional (merujuk kepada piaget), yaitu:
· Sentrasi: ketidakmampuan untuk decenter
Diskripsi: Anak fokus
kepada satu aspek dari situasi dan mengabaikan yang lain.
Contoh: Timon menggoda adik perempuannya bahwa ia memiliki juice yang
lebih kerena juice-nya dituangkan ke dalam gelas yang panjang dan ramping
sedangkan milik adiknya dituangkan dalam gelas yang pendek dan melebar.
· Irreversibility
Diskripsi: Anak gagal memahami bahwa beberapa operasi atau tindakan
dapat dibalik, dikembalikan ke situasi semula.
Contoh: Timon tidak
menyadari bahwa juice dalam tiap gelas dapat dikembalikan ke dalam kotak juice
yang merupakan tempat semula juice tersebut, dan berlawanan dengan klaim
miliknya lebih banyak dibandingkan milik sang adik.
· Fokus kepada situasi, bukan kepada transformasi
Diskripsi: Anak gagal
memahami nilai penting transformasi antar pernyataan
Contoh: Dalam tugas
percakapan, Timon tidak memahami bahwa
tranformasi bentuk cairan (dituangkan dari satu tempat ke tempat yang lain)
tidak mengubah jumlah.
· Penalaran transduktif
Diskripsi: Anak tidak
menggunakan penalaran deduktif atau induktif, mereka malah melompat dari satu
penalaran ke yang lain dan mencari sebab ketika tidak menemukannya.
Contoh: Sarah memarahi adiknya, kemudian adiknya jatuh sakit, sarah
menyimpulkan bahwa yang menyebabkan adiknya sakit adalah dia.
· Animisme
Diskripsi: Anak
mengatributkan kehidupan kepada objek yang tidak hidup.
Contoh: Amanda mengatakan
bahwa musim semi mencoba untuk datang dan musim gugur berkata, “saya tidak mau
pergi! Saya tidak mau pergi!”.
· Ketidakmampuan membedakan penampakan dengan
kenyataan
Diskripsi: Anak merasa
bingung dengan apa yang sebenarnya penampilan.
Contoh: Budi merasa bingung
dengan spon yang dibuat berbentuk batu. Dia menyatakan bahwa benda tersebut
berbentuk seperti batu dan benar-benar batu.
Ø Tahap perkembangan
bahasa berbicara pada masa kanak-kanak awal
Perkembangan
bahasa terbagi atas dua periode besar, yaitu: periode Prelinguistik (0-1 tahun)
dan Linguistik (1-5 tahun). Mulai periode linguistik inilah mulai hasrat anak
mengucapkan kata kata yang pertama, yang merupakan saat paling menakjubkan bagi
orang tua. Periode linguistik terbagi dalam tiga fase besar, yaitu:
1. Fase satu kata
atau Holofrase
Pada fase ini anak
mempergunakan satu kata untuk menyatakan pikiran yang kornpleks, baik yang
bcrupa keinginan, perasaan atau temuannya tanpa pcrbedaan yang jelas. Misalnya
kata duduk, bag: anak dapat berarti “saya mau duduk”, atau kursi tempat duduk,
dapat juga berarti “mama sedang duduk”. Orang tua baru dapat mengerti dan
memahami apa yang dimaksudkan oleh anak tersebut, apabila kiia tahu dalam
konteks apa kata tersrbut diucapkan, sambil mcngamati mimik (ruut muka) gerak
serta bahasa tubuh lainnya. Pada umumnya kata pertama yang diurapkan oleh anak
adalah kata benda, setelah beberapa waktu barulah disusul dengan kata kerja.
2. Fase lebih dari
satu kata
Fase dua kata
muncul pada anak berusia sekkar 18 bulan. Pada fase ini anak sudah dapat
membuat kalimat sederhana yang terdiri dari dua kata. Kalimat tersebut
kadang-kadang terdiri dari pokok kalimat dan predikat, kadang-kadang pokok
kalimat dengan obyek dengan tata bahasa yang tidak benar. Setelah dua kata,
muncullah kalimat dengan tiga kata, diikuti oleh empat kata dan seterusnya.
Pada periode ini bahasa yang digunakan oleh anak tidak lagi egosentris, dari
dan uniuk dirinya sendiri. Mulailah mcngadakan komunikasi dengan orang lain
secara lancar. Orang tua mulai melakukan tanya jawab dengan anak secara sederhana.
Anak pun mulai dapat bercerita dengan kalimat-kalimatnya sendiri yang
sederhana.
3. Fase ketiga adalah
fase diferensiasi
Periode terakhir
dari masa balita yang bcrlangsung antara usia dua setengah sampai lima tahun.
Keterampilan anak dalam berbicara mulai lancar dan berkembang pesat. Dalam
berbicara anak bukan saja menambah kosakatanya yang mengagumkan akan tetapi
anak mulai mampu mengucapkan kata demi kata sesuai dengan jenisnya, terutama
dalam pemakaian kata benda dan kata kerja. Anak telah mampu mempergunakan kata
ganti orang “saya” untuk menyebut dirinya, mampu mempergunakan kata dalam
bentuk jamak, awalan, akhiran dan berkomunikasi lebih lancar lagi dengan
lingkungan. Anak mulai dapat mengkritik, bertanya, menjawab, memerintah,
memberitahu dan bentuk-bentuk kalimat lain yang umum untuk satu pembicaraan
“gaya” dewasa.
Ø Kemampuan
memori yang berkembang pada masa kanak-kanak awal
· Model pemprosesan informasi
mendeskripsikan tiga tahap dalam mengingat yaitu:
1. Encoding: proses di mana
informasi dipersiapkan untuk penyimpanan jangka panjang dan pemanggilan kembali
di kemudian hari.
2. Storage: penyimpanan ingatan
untuk penggunaan di masa depan.
3. Retrieval: proses di mana
informasi diakses atau dipanggil kembali dari penyimpanan ingatan.
· Pada semua usia, mengenal dapat
dilakukan lebih baik dari mengingat, akan tetapi kedua kemampuan tersebut
meningkat pada masa anak-anak awal.
· Membentuk memori anak. Memori
tentang pengalaman pada masa anak-anak awal jarang sekali yang terjadi secara
disengaja: anak kecil biasanya mengingat peristiwa yang membuat kesan yang
sangat kuat, dan dan sebagian besar dari memori sadar awal, ini tampaknya
bersifat jangka pendek. Cara seorang anak membentuk memori permanen ada tiga
tipe yaitu:
1. Memori generic: memori yang
menghasilkan script bagi rutinitas
yang akrab untuk memandu perilaku. Script
adalah catatan umum yang akrab dan berulang, dipergunakan untuk memandu
perilaku. Misalnya: seorang anak bisa saja memiliki script untuk menaiki bus ke sekolah atau makan siang di rumah
nenek.
2. Memori episodis: memori jangka
panjang tentang peristiwa yang kerap terjadi dan akrab, dihubungkan dengan
tempat dan waktu.
3. Memori autobiografis: memori
tentang peristiwa tertentu dalam kehidupan seseorang. Misalnya: seorang anak
mengingat saat dia pergi ke kebun binatang. Karena ke kebun binatang itu dia
mengingat peristiwa baru dan unik, dia juga mengingat detail dari perjalanan
tersebut hingga beberapa tahun.
2. Masa Kanak-kanak
Akhir
Menurut teori Piaget, pemikiran anak – anak usia sekolah
dasar disebut pemikiran Operasional Konkrit (Concret Operational
Thought), artinya aktivitas mental yang difokuskan pada objek – objek
peristiwa nyata atau konkrit. Masa ini berlangsung pada masa kanak-kanak akhir. Dalam
upaya memahami alam sekitarnya, mereka tidak lagi terlalu mengandalkan
informasi yang bersumber dari pancaindera, karena ia mulai mempunyai kemampuan
untuk membedakan apa yang tampak oleh mata dengan kenyataan sesungguhnya. Dalam
keadaan normal, pada periode ini pikiran anak berkembang secara berangsur –
angsur. Jika pada periode sebelumnya, daya pikir anak masih bersifat imajinatif
dan egosentris, maka pada periode ini daya pikir anak sudah berkembang ke arah
yang lebih konkrit, rasional dan objektif. Daya ingatnya menjadi sangat kuat,
sehingga anak benar-benar berada pada stadium belajar.
Dalam masa ini, anak telah mengembangkan 3 macam proses yang disebut dengan
operasi – operasi, yaitu :
a) Negasi (Negation),
yaitu pada masa konkrit operasional, anak memahami hubungan-hubungan antara
benda atau keadaan yag satu dengan benda atau keadaan yang lain.
b) Hubungan Timbal
Balik (Resiprok), yaitu anak telah mengetahui hubungan sebab-akibat
dalam suatu keadaan.
c) Identitas, yaitu
anak sudah mampu mengenal satu persatu deretan benda-benda yang ada.
Operasi yang terjadi dalam diri anak memungkinkan pula untuk mengetahui
suatu perbuatan tanpa melihat bahwa perbuatan tersebut ditunjukkan. Jadi, pada
tahap ini anak telah memiliki struktur kognitif yang memungkinkanya dapat
berfikir untuk melakukan suatu tindakan, tanpa ia sendiri bertindak secara
nyata.
KEMAJUAN KOGNITIF
·
Pemikiran spasial
Contoh
: Dani dapat menggunakan peta atau model untuk membantunya mencari objek
tersembunyi dan dapat memberikan arah untuk menemukan benda tersebut kepada
orang lain. Dia dapat menemukan jalan ke sekolah dan pulang ke rumah, dapat
memperkirakan jarak, dapat menilai berapa waktu yang dibutuhkan untuk pergi
dari satu tempat ke tempat yang lain.
·
Sebab akibat
Contoh
: Doni mengetahui atribut fisik objek mana yang akan memengaruhi hasil
(misalnya, jumlah objek berpengaruh sedangkan jumlah warna tidak). Tetapi dia
belum mengetahui faktor spesial mana seperti posisi dan penempatan objek, yang
membuat perbedaan.
·
Klasifikasi
Kemampuan mengategorisasi membantu anak untuk berpikir secara logis.
Contoh
: elena dapat memilah objek ke dalam beberapa kategori, seperti bentuk, warna,
atau keduanya. Dia mengetahui bahwa subkelas (mawar) memiliki anggota yang
lebih sedikit dibandingkan dengan kelas yang menjadi induknya (bunga).
·
Seriasi dan kesimpulan transitif
Kemampuan untuk mengenali hubungan antara dua objek dengan mengetahui
hubungan antara masing-masing objek tersebut dan objek ketiga.
Contoh
: nina dapat mengatur kumpulan tongkat sesuai urutan, dari yang paling pendek
ke yang paling panjang, dan dapat memasukkan tongkat berukuran menengah ke tempat
yang tepat. Dia mengetahui apabila satu tongkat lebih panjang dibandingkan
tongkat kedua, dan tongkat kedua lebih panjang dari tongkat ketiga, maka
tongkat pertama lebih panjang dari tongkat ketiga.
·
Penalaran induktif dan deduktif
Penalaran induktif merupakan tipe penalaran logis yang bergerak dari
yang observasi khusus terhadap anggota kelas hingga mencapai kesimpulan tentang
kelas tersebut. Dan penalaran deduktif merupakan tipe penalaran logis yang
bergeneral dari premis umum tentang sebuah kelas kepada sebuah kesimpulan
tentang anggota tertentu atau beberapa anggota dari kelas tersebut.
Contoh
: Dara dapat memecahkan masalah induktif maupun deduktif dan mengetahui bahwa
kesimpulan induktif (yang didasarkan pada beberapa premis tertentu) memiliki
tingkat kepastian yang lebih rendah dibandingkan dengan kesimpulan deduktif
(didasarkan kepada premis umum).
·
Konservasi
Dalam memecahkan berbagai masalah konservasi, anak-anak yang berada
dalam tahap operasi konkret dapat mencari jawabannya dalam kepala mereka:
mereka tidak harus mengukur atau menimbang objek tersebut.
Contoh
: Pada usia 7 tahun, Andre mengetahui apabila bola tanah liat digulung menjadi
bentuk sosis, maka ia memiliki jumlah tanah liat yang sama (konservasi
substansi). Pada usia 9 tahun, dia mengetahui bahwa berat bola dan sosis sama.
Baru pada usia awal remaja, dia mengetahui bahwa keduanya meluberkan jumlah
cairan yang sama jika keduanya diletakkan dalam segelas air.
POKOK BAHASAN
KOGNITIF
a.
Perkembangan
Memori
Cara otak menyimpan informasi dipercaya bersifat universal, walaupun
efisiensi dari sistem tersebut bervariasi dari orang ke orang (Siegler, 1998).
Model pemrosesan informasi menggambarkan otak memiliki tiga “gudang”, yaitu:
1. Memori sensoris (sensory memory) adalah sistem
penyimpanan awal “tangki penampungan” sementara bagi informasi sensoris yang
masuk. Ingatan sensoris menunjukkan sedikit perubahan berkaitan dengan usia;
sebagaimana yang telah kita saksikan, bayi pun memilii ingatan sensoris.
2. Memori kerja (working memory) adalah sebuah
“gudang” jangka pendek bagi informasi yang sedang dikerjakan oleh seseorang
pada saat ini; dan informasi tersebut adalah informasi yang berusaha untuk
dipahami, diingat, atau dipikirkan.
3. Memori jangka panjang (long-term memory) adalah sebuah
“gudang” dengan kapasitas penyimpanan yang tidak terbatas, yang menyimpan
informasi dalam jangka waktu yang lama.
Ø Metamemori: Memahami memori
Antara anak usia 5 dan 7 tahun, lobus frontal mengalami perkembangan
signifikan dan reorganisasi, memungkinkan peningkatan pemanggilan kembali dan metamemori, pengetahuan tentang proses
memori (Janowsky & Carper, 1996). Anak-anak TK dan tingkat pertama
mengetahui bahwa orang akan mengingat lebih baik jika mereka belajar lebih lama,
orang akan melupakan sesuatu seiring dengan berjalannya waktu, dan akan lebih
mudah untuk mempelajari kembali sesuatu yang telah dipelajari daripada
mempelajarinya untuk pertama kali.
Ø Mnemonik: Strategi untuk Mengingat
Selama periode ini, memori jangka pendek anak telah berkembang dengan
baik. Akan tetapi, memori jangka panjang tidak terjadi banyak peningkatan
dengan disertai adanya keterbatasan – keterbatasan. Untuk mengurangi
keterbatasan tersebut, anak berusaha menggunakan teknik untuk membantu ingatan
(strategi mnemonik) yang digunakan untuk meningkatkan memori. Terdapat 4 macam
strategi mnemonik, yaitu:
a.
Bantuan memori eksternal : Terpancing oleh sesuatu dari luar orang tersebut.
Pada anak usia 5 dan 6 tahun dapat melakukan hal
ini, tetapi yang berusia 8 tahun lebih sering berpikir untuk melakukannya.
Contoh : Roni membuat daftar yang harus dia lakukan
hari ini.
b. Rehearsal
(Pengulangan) : Suatu strategi meningkatkan memori dengan cara
mengulang berkali-kali informasi yang telah disampaikan.
Pada
anak usia 6 dan 7 tahun dapat diajari untuk melakukan hal ini, anak usia 7
tahun melaksanakannya secara spontan.
Contoh
: tim berulang-ulang menyebutkan huruf dalam kata ejaannya sampai dia
mengetahuinya.
c.
Organization (Organisasi) : Pengelompokan
dan pengkategorian sesuatu yang digunakan untuk mesningkatkan memori.
Sebagian besar anak tidak dapat melakukan hal ini
sampai mereka berusia 10 tahun, tetapi anak yang lebih muda dapat diajari
melakukannya.
Contoh : anak SD sering mengingat nama-nama teman sekelasnya menurut susunan
dimana mereka duduk dalam satu kelas.
d. Elaborasi : mengasosiasikan
item yang akan diingat dengan sesuatu yang lain seperti frasa, scene, atau
cerita.
Anak
yang berusia lebih tua lebih sering melakukan ini secara spontan dan mengingat
lebih baik apabila mereka membuat asosiasi mereka sendiri; anak yang lebih muda
akan mengingat lebih baik apabila ada orang lain yang membuatkannya untuk
mereka.
Contoh
: Yolanda mengingat garis nada musik (E,G,B,D,F) dengan mengasosiasikannya
dengan frasa “Every good boy does fine”.
b.
Perkembangan
Pemikiran Kritis
Perkembangan pemikiran kritis yaitu pemahaman atau refleksi terhadap
permasalahan secara mendalam, mempertahankan pikiran agar tetap terbuka, tidak
mempercayai begitu saja informasi-informasi yang datang dari berbagai sumber
serta mampu befikir secara reflektif dan evaluatif.
c.
Perkembangan
Kreativitas
Dalam tahap ini, anak-anak mempunyai kemampuan untuk menciptakan sesuatu
yang baru. Perkembangan ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan, terutama
lingkungan sekolah.
d.
Perkembangan
Bahasa
Selama masa anak-anak awal, perkembangan bahasa terus berlanjut.
Perkembangan bahasa pada usia sekolah yaitu antara lain:
a) Aspek pada
penggunaan bahasa adalah narasi dan percakapan.
Umumnya pada usia ini, tugas komunikasi menjadi kompleks dan sulit ,
sehingga anak-anak usia ini mengalami kesulitan untuk memahami perasann orang
lain, lalu anak usia 5-6 tahun cenderung kurang mampu mengkomunikasikan
informasi dari anak yang lebih tua, jadi informasi yang abstrak belum mampu
dikomuikasikan pada anak-anak.
b)
Meningkatnya jumlah pembendaharaan dan spesifikasi definisi.
Dalam masa pertumbuhan pemahaman kata dan hubungannya berlangsung terus
menerus, sehingga mereka dapat memperkaya perbendaharaan katanya lebih banyak
melalui bacaan-bacaan yang sifatnya konstekstual, peningkatan tersebut mungkin
setelah kelas empat SD. Namun walaupun terjadi peningkatan
perbendaharaan kata tidak selalu anak dapat memahami makna suatu kata atau
kalimat. Karena, dapat terjadi bila anak tidak menguasai perbendaharaan dari
semua kata di dalam kalimat, tapi anak itu dapat memahami makna kata atau
kalimat secara tepat. Sebaliknya, anak yang menguasai arti dari seluruh kata
dalam suatu kalimat tertentu tidak dapat memahami makna kata atau suatu
kalimat. Untuk itu dalam memaknai suatu kata ataupun kalimat diperlukan lebih
banyak kemampuan menjustifikasi suatu kata atau kalimat daripada sekedar
mengetahui arti kata.
3.
Masa Remaja
·
Pengertian perkembangan kognitif remaja
Perkembangan kognitif remaja, dalam pandangan Jean Piaget (seorang ahli
perkembangan kognitif) merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam tahap
pertumbuhan operasi formal (period of formal operations). Pada periode ini,
idealnya para remaja sudah memiliki pola pikir sendiri dalam usaha memecahkan
masalah-masalah yang kompleks dan abstrak. Kemampuan berpikir para remaja
berkembang sedemikian rupa sehingga mereka dengan mudah dapat membayangkan
banyak alternatif pemecahan masalah beserta kemungkinan akibat atau hasilnya.
Kapasitas berpikir secara logis dan abstrak mereka berkembang sehingga mereka
mampu berpikir multi-dimensi seperti ilmuwan. Para remaja tidak lagi menerima
informasi apa adanya, tetapi mereka akan memproses informasi itu serta
mengadaptasikannya dengan pemikiran mereka sendiri. Mereka juga mampu
mengintegrasikan pengalaman masa lalu dan sekarang untuk ditransformasikan
menjadi konklusi, prediksi, dan rencana untuk masa depan. Dengan kemampuan
operasional formal ini, para remaja mampu mengadaptasikan diri dengan
lingkungan sekitar mereka.
Perkembangan kognitif remaja mencapai tahap operasional formal yang memungkinkan remaja berpikir secara abstrak
dan komplek, sehingga remaja mampu mengambil keputusan untuk dirinya. Selama masa
remaja, kemampuan untuk mengerti masalah-masalah kompleks berkembang secara
bertahap. Masa remaja adalah awal dari tahap pikiran formal operasional, yang
mungkin dapat dicirikan sebagai pemikiran yang melibatkan logika pengurangan
atau deduksi. Tahap ini terjadi di semua orang tanpa memandang pendidikan dan
pengalaman mereka. Namun, bukti riset tidak mendukung hipotesis itu yang
menunjukkan bahwa kemampuan remaja untuk menyelesaikan masalah kompleks adalah
fungsi dari proses belajar dan pendidikan yang terkumpul.
Unsur yang terpenting dalam mengembangkan pemikiran seseorang adalah
latihan dan pengalaman. Latihan berpikir, merumuskan masalah dan memecahkannya,
serta mengambil kesimpulan akan membantu seseorang untuk mengembangkan
pemikirannya ataupun intelegensinya. Piaget membedakan dua macam pengalaman,
yaitu :
1.
Pengalaman fisis: terdiri dari tindakan atau aksi seseorang terhadap objek yang
di hadapi untuk mengabstraksi sifat-sifatnya.
2.
Pengalaman matematis-logis: terdiri dari tindakan terhadap objek untuk
mempelajari akibat tindakan-tindakan terhadap objek itu.
Kemampuan
yang dimiliki pada tahap operasional formal ini adalah:
a.
Abstrak
Seorang
remaja tidak lagi terbatas pada hal-hal yang aktual, serta pengalaman yang
benar-benar terjadi. Mampu memunculkan kemungkinan-kemungkinan hipotesis atau
dalil-dalil dan penalaran yang benar-benar abstrak.
b.
Fleksibel dan kompleks
Seorang
remaja mampu menemukan alternatif jawaban atau penjelasan tentang suatu hal.
Mulai berpikir tentang ciri-ciri ideal bagi mereka sendiri, orang lain, dan
dunia, serta membandingkan diri mereka dengan orang lain dan standard-standard
ideal ini. Berbeda dengan seorang anak yang baru mencapai tahap operasi konkret
yang hanya mampu memikirkan satu penjelasan untuk suatu hal. Hal ini
memungkinkan remaja berpikir secara hipotetis. Remaja sudah mampu memikirkan
suatu situasi yang masih berupa rencana atau suatu bayangan (Santrock, 2001).
Remaja dapat memahami bahwa tindakan yang dilakukan pada saat ini dapat
memiliki efek pada masa yang akan datang. Dengan demikian, seorang remaja mampu
memperkirakan konsekuensi dari tindakannya, termasuk adanya kemungkinan yang
dapat membahayakan dirinya. Di negara-negara berkembang (termasuk Indonesia), masih banyak sekali
remaja yang belum mampu berpikir dewasa. Sebagian masih memiliki pola pikir
yang sangat sederhana. Hal ini terjadi karena sistem pendidikan di Indonesia
banyak menggunakan metode belajar mengajar satu arah atau ceramah, sehingga
daya kritis belajar seorang anak kurang terasah. Bisa juga pola asuh orang tua
yang cenderung masih memperlakukan remaja seperti anak-anak sehingga mereka
tidak punya keleluasan dalam memenuhi tugas perkembangan sesuai dengan usianya. Seharusnya
seorang remaja harus sudah mencapai tahap perkembangan pemikiran abstrak supaya
saat mereka lulus sekolah menengah, sudah terbiasa berpikir kritis dan mampu
untuk menganalisis masalah dan mencari solusi terbaik.
c.
Logis
Remaja
sudah mulai mempunyai pola berpikir sebagai peneliti, dimana mereka mampu
membuat suatu perencanaan untuk mencapai suatu tujuan di masa depan (Santrock,
2001). Mulai mampu mengembangkan hipotesis atau dugaan terbaik akan jalan
keluar suatu masalah, menyusun rencana-rencana untuk memecahkan masalah-masalah
dan menguji pemecahan-pemecahan masalah secara sistematis. Misal : Dalam pengambilan keputusan oleh remaja mulai dari
pemikiran, keputusan sampai pada konsekuensinya, bagaimana lingkungannya yang
menunjukkan peran lingkungan dalam membantu pengambilan keputusan pada remaja.
2.4. Masalah Perkembangan Kognitif Peserta Didik
a. Masa kanak-kanak awal
Permasalahan
membaca pada masa ini masih dengan cara dieja, pemahamannya hanya satu kata dan
terkadang anak sulit diajak belajar membaca.
Solusi: Membaca
diikuti kata-kata bergambar agar menari anak untuk membaca.
b. Masa kanak-kanak akhir
Permasalahan
membaca dan pemahaman di SD saat ini umumnya menggunakan sistem klasikal yang
menempatkan kecepatan memahami isi bacaan berdasarkan kecepatan rata-rata
memahami isi buku atau siswa merasa bahwa pembelajaran membaca pemahaman yang
dilakukan oleh guru terlalu cepat.
Solusi: Guru mengefektifkan pembelajaran membaca interpretatif
dengan mengelompokkan siswa menjadi 8 kelompok dengan memahami isi bacaan &
sharing.
c. Masa Remaja
Permasalahan
membaca pemahaman di masa SMP/SMA lebih ke kurang memahami isi bacaan.
Solusi: Seharusnya
dengan membaca pemahaman secara serius
BAB
III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Perkembangan kognitif pada peserta didik merupakan suatu
pembahasan yang cukup penting bagi pengajar maupun orang tua. Perkembangan
kognitif pada anak merupakan kemampuan anak untuk berpikir lebih kompleks serta
kemampuan melakukan penalaran dan pemecahan masalah yang termasuk dalam proses
psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari dan memikirkan
lingkungannya.
Dalam memahami perkembangan kognitif, kita harus mengetahui
proses perkembangan kognitif tersebut. Selain itu karakteristik perkembangan
kognitif peserta didik juga harus dapat dipahami semua pihak. Dengan pemahaman
pada karakteristik perkembangan peserta didik, pengajar dan orang tua dapat
mengetahui sebatas apa perkembangan yang dimiliki anak didiknya sesuai dengan
usia mereka masing-masing, sehingga pengajar dan orang tua dapat menerapkan
ilmu yang sesuai dengan kemampuan kognitif masing-masing anak didik.
Meskipun banyak hal dan kendala dalam perkembangan kognitif
anak, setidaknya kita sebagai calon pengajar maupun sebagai orang tua harus
memahami tentang perkembangan kognitif dan tahap-tahap karakteristik
perkembangan kognitif agar kita mampu mengetahui perkembangan kemampuan
kognitif masing-masing anak.
3.2. Saran
1. Diharapkan kepada peserta didik dan
pengajar maupun orang tua agar dapat ikut berpartisipasi dalam memahami tentang
perkembangan kognitif.
2. Peran serta pemerintaah, masyarakat,
pengajar, orang tua juga perlu untuk mengawasi perkembangan kognitif setiap
anak dan peserta didik sesuai karakteristik perkembangan kognitif anak.
Lampiran
Daftar Pustaka
Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Fatimah, E. 2010. Psikologi Perkembangan (perkembangan
peserta didik). Bandung: CV Pustaka Setia.
E. Papalia,
Dian.,dkk. 200. Human Development
(Psikologi Perkembangan) Edisi Kesembilan. Jakarta: Kencana.
LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) & ISPI
(Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia). 2003. Jurnal Ilmu Pendidikan jilid 10 nomor 3. Madiun: IKIP PGRI.
Holil, A. 2008. Teori perkembangan kognitif Piaget.
(online). (http://anwarholil.blogspot.com/2008/04/teori-perkembangan-kognitif-piaget.html,
diakses 2 November 2010).
Arya. 2010. Perkembangan kognitif pada anak.
(online). (http://ilmupsikologi.wordpress.com/2010/03/31/perkembangan-kognitif-pada-anak/,
diakses 2 November 2010).
Joesafira. 2010. Perkembangan kognitif pada anak.
(online). (http://delsajoesafira.blogspot.com/2010/05/perkembangan-kognitif-pada-anak.html,
diakses 2 November 2010).
Wiriana, 2008. Perkembangan kognitif pada anak.
(online). (http://www.doctoc.com/docs/20992333/perkembangankognitif-padaanak,
diakses 4 November 2010).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar